94 [Chapter 15B : Jongin]

image

Road to England

Vy‘s Story

EXO‘s Kai and Sehun | Red Velvet‘s Seulgi and Wendy | F(x)’s Sulli and Krystal | OC‘s Sharon and Michelle (Latte)

School life[Work life] | Romance | Hurt

“Berhentilah Kalian!!” -Kai

“Pilihlah satu! Kau hanya akan menyakiti mereka!” -Sehun

“Itu keputusanmu Jong!” -Seulgi

“Memang apa peduliku soal mereka?” -Wendy

“Sudah kubilang jangan memaksakan kehendak!” -Sulli

“Aku tidak akan mengusik lagi…” -Krystal

“Masalah sudah rumit! Dan kau mau bergabung di dalamnya?” -Sharon

“Setidaknya aku sudah tau perasaanmu!” -Michelle

Yang Jongin inginkan sekarang adalah, ia tidak mau diganggu. Dan semuanya dengan baik hati tidak mengganggunya. Jongin berdiam di dalam apartement kecilnya. Semalam suntuk hanya melihat dan melihat surat keterangan rumah sakit yang menyatakan ia dan Sharon adalah saudara. Ia bahkan tidak pernah tau. Ia tidak pernah menyadari. Dan itu membuatnya marah. Marah pada dirinya sendiri. Fakta dimana saudaranya begitu mepedulikannya. Dan dirinya bahkan tidak tau bahwa ia punya saudara. Miris.

“Hyung, kita bertemu. Aku butuh penjelasanmu!” Ucap Jongin. Ia memutuskan panggilannya. Dan segera bangkit dan bersiap diri. Setelah seharian mengurung diri dan berfikir. Ia akhirnya merasa lebih baik.

.
.
.

“Jadi kau mau membicarakan apa denganku?” Tanya Jin. Ia seperti biasa berdiri di counter cafénya.

“Aku tidak ingin bicara. Tapi aku butuh kau bicara hyung!” Jongin duduk di depan counter. Menyesap secangkir latte hangat. Mengerti kenapa saudaranya begitu menyukai minuman itu.

“Bicara apa?” Tanya Jin menyebalkan.

“Sejak kapan kau bekerja sama dengan Sharon untuk membohongiku?” Tanya Jongin.

“Hmm, kau sudah tau ternyata. Dia menyuruhku memberi uang padamu sejak akhir tahun JHS kalian. Ia saat itu datang dan memohon untuk mempekerjakanmu. Dan bilang akan membayarku kalau aku mau mempekerjakanmu dan mengikuti semua yang dia katakan. Jadi aku menurutinya. Dan lihat? Caféku sukses besar.” Jelas Jin. Ia menatap Jongin dengan tatapan menyebalkan menurut Jongin.

“Berapa uang yang dia berikan untuk menyogokmu?” Tanya Jongin. Wajahnya datar.

“Hmm, entahlah.. Dia banyak sekali memberiku uang. Sekitar 17 juta mungkin dijumlah? Atau 20 juta.” Jawab Jin tidak yakin.

“Baiklah, terimakasih hyung.” Jongin bangkit dan keluar café yang memang sudah tutup.

.
.
.

TING TONG

“Iya! Aku datang!”

“Seulgiiii!!” Jongin jatuh dalam pelukan kekasihnya. Meracau tidak jelas. Bau alkohol menguar dari tubuhnya. Jongin mabuk.

“Jongin? Kau minum? Ya Tuhan! Bau alkohol!” Seulgi dengan susah payah membawa tubuh Jongin masuk. Ia menidurkan tubuh kekasihnya di kamar tamu.

“Kenapa kau berat sekali sih?” Tanya Seulgi kesal.

“S-sharon! Kau… Tidak! Uang!” Jongin meracau tidak jelas. Seulgi hanya menghela nafas.

“Kau memang biang masalah Sharon!” Umpat Seulgi. Bermaksud bercanda sebenarnya. Ia tau bagaimana efek dari semua yang Sharon lakukan pada teman temannya. Ia memang pembuat onar!

“Haruskah kuhubungi saja dia? Di sini terlalu banyak masalah yang dibuatnya. Dan dia pergi begitu saja. Cih! Dasar!” Kesal Seulgi lagi. Walaupun Sharon memang sahabat yang paling dekat dengannya. Sharon banyak membantunya. Dan banyak membuatnya susah juga.

“Harus kuapakan orang bodoh ini?” Pekik Seulgi. Ia kesal sekali melihat Jongin yang datang datang mabuk. Jongin tidur biasa saja sulit dibangunkan. Bagaimana kalau dalam keadaan mabuk? Pasti sulit sekali! Terkadang dirinya sendiri bingung mengapa ia suka pada Jongin. Ya Tuhan! Keluhnya.

“Seul… Aku mu-al!” Jongin terbangun dan berlari masuk ke kamar mandi di dalam kamar tersebut. Memuntahkan seluruh isi perutnya. Bau alkohol semakin menguar begitu Jongin muntah. Seulgi pusing. Baunya benar benar!

“Jongin, aku akan membuat sup pengar untukmu!” Seulgi keluar kamar dan dengan cekatan membuat sup. Tidak banyak, hanya untuk meredakan efek alkohol saja.

“Hoek!!” Suara Jongin muntah terdengar sampai ke dapur.

“Ya Tuhan! Jongin benar benar!” Seulgi mengaduk supnya.

“Jongin? Kau baik baik saja? Keluarlah dulu! Supnya sudah selesai.” Seulgi mengintip dari balik pintu kamar. Bau alkohol sampai ke hidungnya membuatnya pusing.

“Aku baik baik saja.” Jongin berjalan keluar. Ia memegang kepalanya yang pening.

“Makanlah dulu sup. Agar kau lebih baik. Setelah ini kau boleh ceritakan padaku.” Seulgi menuangkan sup ke dalam mangkuk. Asap mengepul dari sup itu. Jongin menyeruput kuah sup itu.

“Lebih baik?” Tanya Seulgi.

“Iya, terimakasih.” Jongin melanjutkan acara menyeruput-kuah-sup-pengarnya.

Drrt drrrrt

Seulgi menjawab panggilan tersebut. Ia meloudspeaker. Dari Sehun.

“Kenapa kau meloudspeaker?” Tanya Jongin tanpa mengeluarkan suara.

“Agar kau tau! Dengarkan!” Balas Seulgi.

“Seulgi? Kau di sana?” Suara Sehun terdengar.

“Aku di sini. Ada apa Hun?” Tanya Seulgi. Gadis itu menatap Jongin yang masih di bawah efek alkohol.

“Tidak, hanya aku ingin minta tolong, bisa kau katakan pada Jongin, ‘aku meminta maaf atas yang kemarin. Aku tidak bermaksud menyembunyikannya. Sharon yang memintanya.’ Bisa kau katakan itu padanya?” Tanya Sehun. Jongin menatap nanar handphon Seulgi.

“Tentu, memang kenapa? Kau tidak bisa menghubunginya?” Tanya Seulgi.

“Ia tidak menjawab panggilanku sama sekali. Membalas pesanku juga tidak.” Sehun terdengar sedih.

“Oh, baiklah. Akan aku sampaikan nanti Hun!” Jawab Seulgi.

“Terimakasih Seul.”

PIP

“Seul,” Jongin menjeda.

“Hmm?” Gumam Seulgi.

“Aku mendapat pesan dari Sharon sebenarnya. Kemarin malam.” Jongin mengedipkan mata sayunya.

“Pesan? Apa yang dia katakan?” Seulgi berbinar. Ia benar benar frustasi dengan masalah ini dan itu. Padahal itu bukan masalahnya. Tapi ia kena imbasnya.

“Aku, di suruh menyusulnya ke Inggris, bersamu. Berdua saja. Cukup berdua.” Jelas Jongin pelan.

“Ke Inggris?” Tanya Seulgi. Jongin mengangguk.

“Untuk apa?” Tanya Seulgi.

“Entahlah. Dia hanya meminta kita ke Inggris.” Jawab Jongin.

“Kau mau ke sana?” Tanya Seulgi.

“Aku mau, tapi kalau kau tidak, aku tidak pergi.” Jongin masih terlihat mabuk.

“Kalau begitu aku pergi.” Sahut Seulgi.

“Kau jangan memaksakan dirimu kalau kau tidak mau. Aku tidak memaksa.” Jongin berkata cepat.

“Tidak, aku ingin ke sana!” Sahut Seulgi.

“Benarkah?” Tanya Jongin. Ia ragu.

“Iya, asal kau mau, aku ikut dengamu. Lagipula aku rindu Sharon. Ia hanya sebentar saja di sini.” Seulgi menatap Jongin.

“Kalau begitu, siapkan barang barangmu! Kita berangkat besok pagi!” Jongin bangun dari posisi duduknya dan berjalan menuju kamar tamu.

“Besok? Tapi kau masih mabuk! Kau akan sakit Jongin.” Seulgi mengekor di belakang lelaki itu.

“Lebih cepat, lebih baik. Dan aku tidak ingin melihat Sehun untuk sementara waktu. Lelaki brengsek….” Jongin jatuh di pintu kamar. Tertidur.

“Ya Tuhan! Kau menyusahkan! Dan karena Sharon lagi. Kurasa memang Sharon perlu kuseret kembali kemari!” Seulgi mengangkat dengan susah payah tubuh berat Jongin.

“Kau berat sekali Jong!” Seulgi bergumam dan membanting tubuh Jongin di kasur. Menaikkan kakinya dan membenarkan posisi tubuhnya. Melepas kaos kaki dan dasi yang masih menggantung di leher kekasihnya. Dan, sebenarnya ia tidak mau melakukan ini. Tapi ini harus dilakukan. Jadi dengan terpaksa, ia membuka kemeja Jongin. Menyelimuti kekasihnya, dan keluar kemar cepat cepat.

DUG

DUG

DUG

“Kenapa aku gugup? Ya Tuhan!” Seulgi langsung masuk kamarnya. Langsung dan dadakan, menyiapkan bajunya. Padahal besok ia sudah harus mulai bekerja lagi. Apa ia perpanjang saja cutinya?

.
.
.

“Appa! Eomma, eomma kenapa?” Tanya Jongin.

“Eomma, tidak bisa bersama kita lagi Jongin.” Ucap ayahnya sedih. Tapi ini memang salahnya.

“Kenapa?” Tanya Jongin lagi.

“Maafkan Appa Jongin.” Lelaki paruh baya itu menatap sahabat lamanya. Ia menggendong Jongin kecil sesaat dan menciuminya. Kemudian memberikan tubuh Jongin pada sahabatnya.

“Appa? Appa! APPAA! HUWAAA APPAAAA!! ANIYA! APPAAAAAA!!!!” Jongin meraung dan mengamuk dalam pelukan ayah Sehun, Tuan Oh.

“Jongin tenang, ada Ahjussi. Ada Sehun. Appamu akan kembali nak.” Tuan Oh menenangkan Jongin.

“Aniya! Appa!! Hiks hiks…” Jongin memeluk leher Tuan Oh. Masih dengan terisak.

“Appa, Jongin kenapa?” Sehun datang dan menarik celana bahan ayahnya. Tuan Oh hanya tersenyum.

“Jongin bermain dulu bersama Sehun ya..” Suruh Tuan Oh. Jongin menatap Tuan Oh dengan mata yang berkaca kaca. Tapi kemudian mengangguk dan turun dari gendongan lelaki itu. Ia menatap Sehun sebentar. Yang ditatap tersenyum dan menarik tangan Jongin.

“Ayo bermain!” Sehun tersenyum cerah. Jongin mengangguk.

.
.
.

Few years later

.
.
.

“Sehun! Kau curang! Sini kau!!” Jongin mengejar Sehun. Yang dikejar tergelak karena sahabatnya tidak dapat menangkapnya.

“Kejar aku! Blek!” Sehun mengejek Jongin sembari berlari mundur. Ia berbalik, dan…

“Auw!” Seorang gadis tertabrak Sehun.

“Eoh, maaf.” Sehun membantu gadis yang terjatuh itu.

“Gwenchanseumnida.” Gadis itu membersihkan seragamnya dan membenarkan letak tasnya. Ia mendongak menatap Sehun. Hendak membungkuk jika ia tidak melihat Jongin.

“Tertangkap kau!” Jongin menepuk pundak Sehun. Gadis itu tampak sedikit terkejut.

“Eoh? Siapa gadis ini?” Tanya Jongin. Sehun hanya menggeleng sembari mengangkat kedua bahunya.

“Entahlah, kau tidak apa apa kan?” Tanya Sehun lagi. Gadis itu mengangguk kemudian berlalu.

“Aku seperti pernah melihatnya…” Jongin menggumam.

“Dimana?” Tanya Sehun.

“Café Jin Hyung. Gadis yang dekat sekali dengan Jin Hyung. Entahlah, mungkin hanya perasaanku saja.” Ucap Jongin mengusir pemikiran buruknya.

“Ya sudah! Kita pulang! Sudah mau gelap. Aku takut dimarahi Appa.” Sehun menarik Jongin. Mereka kemudian berlari sembari tertawa.

♪|♪|♪

“Hah! Gadis tadi tuh, siapa ya? Aku seperti pernah melihatnya. Tadi namanya siapa ya? Aku tidak melihatnya lagi!” Ucap Jongin. Ia mengacak rambutnya frustasi.

“Kim Jongin! Jangan frustasi! Tenang. Kenapa kau memikirkan gadis yang bahkan kau ragu kalau kau mengenalnya. Ok. Tenang….” Jongin merelax-an dirinya. Berusaha tenang dan menghilangkan pikirannya tentang gadis itu.

“Mungkin aku harus menanyakan saja Jin Hyung. Siapa tau memang benar gadis itu.” Ucap Jongin mantap. Ia pun tertidur.

Esoknya, Jongin berangkat sekolah dengan semangat. Ia berharap dengan segera bisa memngetahui siapa gadis itu. Tapi sepertiny harapannya hanya sebuah harapan. Karena begitu sekolah usai, ia dengan cepat melangkah ke tempat kerja paruh waktunya, Café hyung terbaiknya, Jin. Dan menemukan café itu dalam keadaan tutup. Jongin melotot horror. Di saat ia bersemangat untuk bekerja, café itu tutup. Di saat dia merasa lelah akan hidupnya, café itu ramai sekali bak pasar. Jongin jengkel. Sangat. Dan akhirnya ia berakhir pulang dengan wajah masam. Dan tanpa di sadari, saudaranya memperhatikannya.

TBC

Leave a comment